Teori komunikasi massa📡
Teori komunikasi massa adalah kajian tentang bagaimana media massa mempengaruhi individu, masyarakat, dan pembentukan opini publik. Berbagai teori telah dikembangkan untuk memahami bagaimana pesan media disampaikan, diterima, dan diinterpretasikan oleh khalayak.
1. Teori Peluru (Hypodermic Needle Theory)
Teori ini berkembang pada awal abad ke-20 dan
berpendapat bahwa media memiliki kekuatan besar dalam mempengaruhi khalayak
secara langsung dan tanpa perlawanan. Media dianggap seperti jarum suntik yang
menyuntikkan pesan ke dalam pikiran individu secara otomatis, menyebabkan
mereka menerima pesan tersebut tanpa filter atau refleksi kritis.
Hypodermic Needle Theory
dalam komunikasi massa. Gambar ini menunjukkan bagaimana media secara langsung
"menyuntikkan" informasi ke dalam pikiran individu, menekankan
pengaruh kuat dan langsung dari pesan media terhadap khalayak
2. Teori Agenda Setting
Teori ini dikembangkan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972 dan menyatakan bahwa media tidak memberi tahu khalayak apa yang harus mereka pikirkan, tetapi lebih kepada isu apa yang harus mereka anggap penting. Media memiliki peran besar dalam menentukan agenda publik dengan menyoroti isu tertentu lebih dari isu lainnya.
Agenda Setting Theory dalam komunikasi massa. menunjukkan bagaimana media memilih dan menyoroti isu-isu tertentu, yang kemudian membentuk perhatian dan persepsi publik terhadap isu tersebut. Sebagai contoh, jika media terus memberitakan tentang isu perubahan iklim, masyarakat akan menganggapnya sebagai masalah yang lebih penting dibandingkan isu lain yang kurang mendapat sorotan. Dengan kata lain, semakin sering sebuah isu diberitakan, semakin besar kemungkinan khalayak melihatnya sebagai prioritas utama
Teori framing lebih jauh mengembangkan gagasan agenda setting dengan menunjukkan bahwa media tidak hanya memilih isu, tetapi juga menentukan cara isu tersebut harus dipahami. Framing terjadi ketika media menampilkan suatu peristiwa dengan cara tertentu, menggunakan pilihan kata, sudut pandang, dan elemen visual yang dapat mempengaruhi interpretasi khalayak.
Teori Framing
dalam komunikasi massa, menunjukkan bagaimana media dapat
menampilkan peristiwa yang sama dalam dua cara berbeda satu positif dan satu
negatifuntuk mempengaruhi persepsi publik.
4.Teori Spiral Kebisuan (Spiral of Silence)
Elisabeth Noelle-Neumann mengembangkan teori ini pada
tahun 1974. Teori ini menyatakan bahwa individu cenderung menyembunyikan opini
mereka jika mereka merasa bahwa pandangan mereka berbeda dengan opini
mayoritas. Hal ini terjadi karena individu takut dikucilkan atau mendapatkan
sanksi sosial jika mereka menyatakan pendapat yang berlawanan.
Media berperan penting dalam memperkuat opini mayoritas dengan memberi lebih banyak ruang kepada pandangan yang dominan. Akibatnya, individu yang memiliki pendapat berbeda semakin enggan untuk berbicara, dan opini mayoritas semakin terlihat kuat, menciptakan lingkaran spiral kebisuan
Teori Spiral Kebisuan dalam komunikasi massa menggambarkan bagaimana seseorang tetap diam dalam diskusi kelompok karena takut mengungkapkan pendapat minoritas, menyoroti tekanan sosial dan pengaruh media dalam membentuk opini publik.
5. Teori Kultivasi (Cultivation Theory)
George Gerbner mengembangkan teori ini pada tahun 1970-an untuk menjelaskan bagaimana media, khususnya televisi, dapat membentuk persepsi khalayak tentang realitas sosial. Gerbner berpendapat bahwa individu yang sering menonton media tertentu cenderung memiliki pandangan dunia yang selaras dengan apa yang mereka konsumsi dari media tersebut.
Teori Kultivasi dalam komunikasi massa. menunjukkan bagaimana paparan media yang berkepanjangan dapat membentuk persepsi realitas seseorang, misalnya dengan menciptakan ketakutan berlebihan terhadap kejahatan atau pandangan yang terdistorsi tentang dunia. Sebagai contoh, seseorang yang sering menonton berita kriminal atau film aksi mungkin percaya bahwa dunia lebih berbahaya daripada kenyataannya, sebuah fenomena yang disebut Mean World Syndrome. Efek kultivasi ini terjadi secara perlahan dan bertahap, membentuk sikap dan keyakinan masyarakat dalam jangka panjang.
6. Teori Two-Step Flow
Paul Lazarsfeld dan timnya menemukan bahwa pengaruh
media tidak selalu langsung, tetapi sering kali melalui perantara yang disebut opinion
leaders atau pemimpin opini. Individu ini biasanya memiliki pengetahuan
atau pengaruh sosial yang lebih besar dan bertindak sebagai perantara dalam
menyebarkan informasi kepada orang lain.
Teori Two-Step Flow
dalam komunikasi massa. Gambar ini menggambarkan bagaimana media mempengaruhi
pemimpin opini, yang kemudian menyebarkan dan menafsirkan informasi kepada
orang lain.
7. Teori Uses and Gratifications
Elihu Katz dan Jay Blumler mengembangkan teori ini untuk menekankan bahwa khalayak tidak pasif dalam mengonsumsi media, melainkan aktif mencari media yang sesuai dengan kebutuhan dan kepuasan mereka.
Khalayak menggunakan media untuk berbagai tujuan, seperti mendapatkan informasi, hiburan, identitas pribadi, interaksi sosial, atau sekadar menghindari kebosanan. Misalnya, seseorang mungkin menonton berita untuk mendapatkan informasi, tetapi orang lain mungkin menonton acara komedi untuk mengurangi stres.
8. Teori Efek Orang Ketiga (Third-Person Effect Theory)
Teori ini dikembangkan oleh W. Phillips Davison pada tahun 1983 dan menyatakan bahwa individu cenderung percaya bahwa media lebih mempengaruhi orang lain dibandingkan diri mereka sendiri.
Misalnya, seseorang mungkin merasa bahwa propaganda politik tidak mempengaruhi dirinya, tetapi dia percaya bahwa banyak orang lain akan terpengaruh. Keyakinan ini dapat menyebabkan individu mendukung sensor atau pembatasan terhadap media tertentu karena mereka percaya bahwa masyarakat rentan terhadap pengaruh media.
Teori Efek Orang Ketiga (Third-Person
Effect Theory) dalam komunikasi massa menunjukkan bagaimana seseorang percaya bahwa media lebih mempengaruhi orang
lain daripada dirinya sendiri, yang menciptakan kesenjangan persepsi terhadap
efek media.
9. Teori Konstruksi Sosial atas Realitas (Social Construction of Reality)
Peter Berger dan Thomas Luckmann mengajukan teori ini untuk menjelaskan bagaimana media dan interaksi sosial membentuk pemahaman kita tentang dunia. Menurut teori ini, realitas sosial bukan sesuatu yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui bahasa, budaya, dan media.
Teori Konstruksi Sosial atas Realitas
dalam komunikasi massa menunjukkan bagaimana individu berinteraksi
dengan media dan membentuk persepsi realitas mereka melalui diskusi, narasi
budaya, dan pengaruh media.
10. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations Theory)
Teori Difusi Inovasi dikembangkan oleh Everett Rogers pada tahun 1962. Teori ini menjelaskan bagaimana suatu ide, teknologi, atau inovasi menyebar dan diadopsi oleh masyarakat melalui berbagai tahapan dan kelompok sosial. Teori ini banyak digunakan dalam komunikasi massa, pemasaran, dan sosiologi untuk memahami bagaimana informasi atau inovasi menyebar dalam suatu populasi.
sebagai contoh, Media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok awalnya digunakan oleh kelompok kecil, lalu berkembang dan menjadi fenomena global. dan Kampanye vaksinasi beberapa orang langsung menerimanya, sementara yang lain membutuhkan lebih banyak bukti atau pengaruh sosial sebelum mengadopsinya.


Komentar
Posting Komentar